Big
Bang (terjemahan bebas: Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar) dalam kosmologi
adalah salah satu teori ilmu pengetahuan yang menjelaskan perkembangan dan
bentuk awal dari alam semesta. Berdasarkan pemodelan
ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat,
mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik
tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu,
yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah memberikan
penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
Para
ilmuwan juga percaya bawa Big Bang membentuk sistem tata surya. Ide sentral
dari teori ini adalah bahwa teori relativitas umum dapat dikombinasikan dengan
hasil pemantauan dalam skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama
lain, dan meramalkan bahwa suatu saat alam semesta akan kembali atau terus.
Konsekuensi alami dari Teori Big Bang yaitu pada masa lampau alam semesta punya
suhu yang jauh lebih tinggi dan kerapatan yang jauh lebih tinggi.
Sejarah Teori Big Bang
Adalah Georges LemaƮtre,
seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan dahsyat
mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai "Hipotesis
atom purba". Kerangka model teori ini bergantung
pada relativitas umum Albert Einstein dan
beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotopi ruang. Persamaan yang
mendeksripsikan teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin
Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh umumnya
berbanding lurus dengan geseran merahnya,
sebagaimana yang disugesti oleh LemaƮtre pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap
mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh memiliki
kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang kita: semakin
jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.
PENJELASAN
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson
California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan
terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang
dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah
sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini “bergerak
menjauhi” kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari
sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu,
sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah. Selama pengamatan
oleh Hubble, cahaya dari bintang-bintang cenderung ke warna merah. Ini berarti
bahwa bintang-bintang ini terus-menerus bergerak menjauhi kita.
Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan
penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga
menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam
semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa
ia terus-menerus “mengembang”.
Agar lebih mudah dipahami, alam semesta dapat
diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang. Sebagaimana
titik-titik di permukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama lain ketika
balon membesar, benda-benda di ruang angkasa juga bergerak menjauhi satu sama
lain ketika alam semesta terus mengembang.
Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah
ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar
abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah
menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan
penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis
yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya
ini sebagai ‘kesalahan terbesar dalam karirnya’.
Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam
semesta ini dinamakan ‘Big Bang’, dan teorinya dikenal dengan nama tersebut.
Perlu dikemukakan bahwa ‘volume nol’ merupakan pernyataan teoritis yang
digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan
konsep ‘ketiadaan’, yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan
menyatakannya sebagai ‘titik bervolume nol’. Sebenarnya, ‘sebuah titik tak
bervolume’ berarti ‘ketiadaan’. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada
dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta bahwa alam ini
diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad 20, telah dinyatakan
dalam Alqur’an 14 abad lampau: “Dia Pencipta langit dan bumi” (QS. Al-An’aam,
6: 101)
Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda
di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah.
Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan
raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara
pemisahan satu dari yang lain.
Big Bang merupakan petunjuk nyata bahwa alam
semesta telah ‘diciptakan dari ketiadaan’, dengan kata lain ia diciptakan oleh
Allah. Karena alasan ini, para astronom yang meyakini paham materialis
senantiasa menolak Big Bang dan mempertahankan gagasan alam semesta tak hingga.
Alasan penolakan ini terungkap dalam perkataan Arthur Eddington, salah seorang
fisikawan materialis terkenal yang mengatakan: “Secara filosofis, gagasan
tentang permulaan tiba-tiba dari tatanan Alam yang ada saat ini sungguh
menjijikkan bagi saya”.
Seorang materialis lain, astronom terkemuka
asal Inggris, Sir Fred Hoyle adalah termasuk yang paling merasa terganggu oleh
teori Big Bang. Di pertengahan abad 20, Hoyle mengemukakan suatu teori yang
disebut steady-state yang mirip dengan teori ‘alam semesta tetap’ di abad 19.
Teori steady-state menyatakan bahwa alam semesta berukuran tak hingga dan kekal
sepanjang masa. Dengan tujuan mempertahankan paham materialis, teori ini sama
sekali berseberangan dengan teori Big Bang, yang mengatakan bahwa alam semesta
memiliki permulaan. Mereka yang mempertahankan teori steady-state telah lama
menentang teori Big Bang. Namun, ilmu pengetahuan justru meruntuhkan pandangan
mereka.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan
gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam
semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan
ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di
segenap penjuru alam semesta. Bukti yang ‘seharusnya ada’ ini pada akhirnya
diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert
Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut
‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan
tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi
ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang.
Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit
Cosmic Background Explorer. COBE ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian
tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan
perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang
telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan
astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori
Big Bang.
Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah
hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui
bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan
perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big
Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu
kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah
menjadi helium.
Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori
Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir
yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam
semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa
cacat:
Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihtatlah berulang-ulang, adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang. (QS. Al-Mulk, 67:3)
BIG BANG NUCLEOSYNTHESIS
Istilah
nukleosintesis merujuk pada pembentukan elemen yang lebih berat, inti atom
dengan lebih banyak proton dan neutron, dari fusi (penggabungan) elemen yang
lebih ringan. Teori Big Bang(dentuman
besar) memprediksi bahwa alam semesta di masa awal adalah tempat yang sangat
panas. Satu detik setelah dentuman besar, temperatur alam semesta berkisar 10
miliar derajat Kelvin, dan sebagian besar tersusun atas neutron, proton,
elektron, anti-elektron (positron), foton, dan neutrino. Saat alam semesta
mendingin, neutron dapat meluruh kedalam proton dan elektron, atau bergabung
bersama proton untuk membentuk deuterium (isotop hidrogen). Dalam tiga menit
pertama usia alam semesta, sebagian besar deuterium bergabung untuk membentuk
helium. Sejumlah lithium juga terbentuk pada waktu itu. Proses pembentukan
elemen ringan pada masa awal terbentuknya alam semesta ini disebut “Big Bang nucleosynthesis” (BBN).
Terdapat dua
karakteristik penting dari BBN:
§ BBN berlangsung hanya dalam waktu tiga menit (selama
periode dari 100 hingga sekitar 300 detik dari awal Ekspansi Ruang); setelah
itu, temperatur dan kerapatan alam semesta menurun hingga di bawah harga yang
dibutuhkan untuk melangsungkan Fusi Nuklir. Peristiwa BBN yang
singkat ini memainkan peranan penting dalam evolusi alam semesta karena
mencegah terbentuknya elemen-elemen yang lebih berat daripada berilium dimana pada saat yang sama elemen ringan yang tidak ikut terbakar
pada fusi nuklir awal, seperti deuterium, tetap eksis.
§ BBN berlangsung secara menyeluruh, mencakup seluruh
alam semesta (saat itu).
Sejarah nukleosintesis
Big Bang
Sejarah nukleosintesis Big Bang dimulai dengan
perhitungan dari Ralph Alpher dan George Gamow pada 1940an. Selama 1970an, terdapat masalah besar, yaitu kerapatan
baryon, sebagaimana dihitung nukleosintesis Big Bang, kurang daripada massa
yang teramati berdasarkan perhitungan laju ekspansi. Teka-teki ini dipecahkan
melalui postulat adanya materi gelap.
Kelimpahan deuterium, helium, dan
lithium yang diprediksi, bergantung pada kerapatan materi biasa di masa awal
alam semesta, seperti ditunjukkan oleh gambar di sebelah kiri (klik untuk
memperbesar). Dari sini terlihat bahwa produksi helium relatif kurang sensitif
terhadap kelimpahan materi biasa, diatas ambang tertentu. Secara umum,
diperkirakan bahwa sekitar 24% dari materi biasa di alam semesta terbentuk dari
helium pada proses Big Bang. Angka ini sesuai dengan hasil observasi dan merupakan suatu pencapaian
penting dari teori Big Bang.
Namun demikian, model dentuman besar
dapat diuji lebih jauh. Untuk memprediksi pembentukan elemen ringan lainnya
sesuai dengan hasil observasi, kerapatan rata-rata dari materi biasa semestinya
sekitar 4% dari nilai kerapatan kritis. Satelit WMAP diluncurkan untuk melakukan pengukuran secara langsung
terhadap kerapatan materi biasa di alam semesta, dan membandingkannya dengan
prediksi nukleosintesis Big Bang. Hasil pengamatan ini nantinya sangat krusial terhadap model Big
Bang. Apabila hasilnya
tidak sesuai dengan prediksi, maka hal itu dapat disebabkan oleh: (1) Kesalahan
(error) pada data, (2) Pemahaman yang kurang menyeluruh terhadap
proses nukleosintesis Big Bang, (3) Kesalahan pengertian mengenai mekanisme yang menghasilkan
fluktuasi radiasi latar kosmis, atau (4) Adanya masalah yang lebih fundamental
pada teori Big Bang.
Elemen yang lebih berat dari lithium
dihasilkan didalam bintang. Seperti sudah berkali-kali dibahas disini, pada
tahapan akhir evolusi bintang, bintang yang masif membakar helium menjadi
karbon, oksigen, silikon, sulfur, dan besi. Elemen yang lebih berat dari besi
diproduksi dalam dua cara: dalam lapisan terluar yang melingkupi bintang
super-raksasa, dan dari ledakan supernova. Segala bentuk kehidupan di muka Bumi
yang berbasis karbon secara harafiah tersusun dari debu bintang.
TEORI BIG BANG ADA DI AL-QUR’AN
"Dan apakah orang-orang yang kafir
tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS
Al-Anbiya' : 30).
Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan
sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat
berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara
keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna
bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan
struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari
dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan
kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam
ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq".
Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika
mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi
seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi"
yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang
masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak
sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk
"fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan
dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan
ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain.
Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad
ke-20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar